Seiring bertambahnya usia, tak dipungkiri jika kebutuhan hidup pun ikut meningkat. Entah itu untuk kehidupan sosial, pendidikan maupun sekadar urusan ‘perut’. Dan semua itu membutuhkan uang untuk membiayai segalanya. Tak heran jika persaingan antar manusia dalam dunia kerja pun semakin ketat. Seakan-akan manusia hidup untuk bekerja, bukan bekerja untuk hidup.
Entah untuk sekadar memenuhi kebutuhan atau membangun kesuksesan dalam hidupnya. Namun, sebenarnya, tolak ukur dari kesuksesan seseorang itu diukur dari apa? Dari seberapa banyak digit di rekeningnya? Dari seberapa banyak angka di slip gajinya? Dari seberapa mewah rumah yang berhasil dibeli? Dari seberapa banyak mobil yang dimiliki? Dari seberapa banyak harta yang berhasil diraih? Atau, dari seberapa tinggi posisi jabatan yang berhasil dicapai?
Jika tolak ukur kesuksesan seseorang diukur dari semua hal di atas, tak heran jika semakin hari manusia akan semakin arogan dan egois. Tidak akan ada lagi persaingan sehat antar sesama. Korupsi akan semakin menjamur dan manusia pun akan dengan santainya saling menyikut satu sama lain. Seakan apa pun sah untuk dilakukan demi mencapai kesuksesan versi ‘bergengsi’.
Tetapi, jika tolak ukur kesuksesan seseorang dilihat dari seberapa sukses ia merubah lingkungannya ke arah yang lebih baik, maka kedamaian akan hadir. Tak perlu perubahan yang besar. Sekecil apa pun tindakan yang dilakukan, selama memberikan dampak yang positif, maka kamu telah sukses.
Bisa dimulai dengan kembali meramaikan tempat-tempat ibadah yang mulai terlihat sepi akan umat, menjadi relawan atau pun donatur di sebuah rumah singgah sehingga mereka yang membutuhkan mendapatkan penanganan dengan baik, atau, dengan hanya sekadar menebar senyum untuk kembali membangun lingkungan yang ramah dan bersahabat.
Apakah pantas seseorang yang telah melakukan banyak terhadap lingkungannya tidak mendapat predikat ‘sukses’ hanya karena ia tidak memiliki rumah berlantai dua? Sementara seseorang dengan rumah berlantai dua mendapat pujian sukses padahal ia korupsi?
Apakah pantas seseorang yang telah berhasil membantu masyarakat miskin tidak mendapat predikat ‘sukses’ hanya karena ia tidak memiliki banyak uang ditabungannya?Sementara seseorang yang berkehidupan hedon dikatakan sukses hanya karena angka ditabungannya begitu panjang bagaikan kereta?
Karena sukses tidak hanya memulu tentang diri sendiri. Tentang materi. Tentang dunia. Sukses adalah dimana manusia dapat saling bermanfaat bagi satu sama lain di lingkungannya. Adalah dimana manusia dapat melakukan tindakan yang berdampak pada kualitas hidup yang lebih baik, dengan kebaikan hakiki.
Oleh sebab manusia hidup bukan hanya untuk bergengsi. Namun, untuk dapat bermanfaat bagi sesama. Berhasil membantu, membahagiakan, mendamaikan kehidupan serta dekat dengan Tuhan adalah tolak ukur dari kesuksesan yang sebenarnya.
With love,
No comments:
Post a Comment