Wednesday, May 13, 2020

Berkenalan Dengan Hiperprolaktinemia

Apa itu Hiperprolaktinemia?

Mengutip Alodokter.com, Hiperprolaktinemia adalah kondisi ketika kadar hormon prolaktin dalam darah menjadi lebih tinggi dari kadar yang normal. Prolaktin diproduksi oleh kelenjar pituitari atau hipofisis yang berada di pangkal otak. Fungsi prolaktin dalam tubuh adalah untuk meningkatkan produksi ASI setelah melahirkan, dan memengaruhi kadar homon estrogen dan testosteron pada wanita dan pria.(selengkapnya bisa baca di sini

Belum banyak orang yang familiar dengan jenis 'penyakit' ini. Karena itu, di sini aku ingin berbagi cerita dan mengajak kalian untuk berkenalan dengan Hiperprolaktinemia. Untuk diingat sebelumnya, aku bukan seseorang yang ahli dibidangnya, bukan tenaga medis atau sejenisnya. Di sini aku hanya seseorang yang bersahabat dengan Hiperprolaktinemia.

Seperti yang udah dijelaskan sebelumnya, Hiperprolaktinemia adalah gangguan hormon, begitulah kira-kira aku sebagai orang awam menyebutnya. Apa berbahaya? Awal gejala yang dirasa apa? Lalu, apa perlu pengobatan lebih lanjut?

Ok, mari kita mulai ceritanya.

Gejala Hiperprolaktinemia

Pertama kali didiagnosa oleh obgyn bahwa aku Hiperprolaktinemia adalah sekitar tahun 2014-2015. Diantara tahun itu pokoknya sih, lupa tepatnya kapan. Gejala awalnya karena tamu bulanan nggak bertamu disetiap bulannya. Awal mula semua berjalan lancar, tamu datang setiap bulan. Siklus pun teratur nggak ada kendala apa pun.

Siklus mulai nggak teratur semenjak aku mulai kuliah, tepatnya pas dipertengahan tahun perkuliahan. Awalnya cuma telat, lama-lama si tamu datang sesuka hatinya. Sampai akhirnya dia rutin datang disetiap 2-3 bulan sekali. Yup, jadi aku datang bulan setiap 3 bulan sekali. Apa setiap datang bulan aku merasakan sakit perut sampai melilit? Alhamdulillah sih nggak. Belum pernah sampai sakit banget setiap datang bulan, cuma mules-mules kaya orang yang mau pupi aja.

Terdiagnosa

Semenjak haid nggak teratur, mulai muncul jerawat diwajah karena darah kotornya nggak keluar dengan maksimal. Padahal sebelumnya nggak pernah punya jerawat atau pun masalah kulit. Dari situ nyokap mulai aware sama perubahan wajah yang mulai banyak jerawat. Dan aku pun menjawab, "belum mens." Perbincangan pun berlanjut dari situ.

Mulai ditanya kapan terakhir mens, udah berapa lama, dan sebagainya. Sebagai sesama perempuan, nyokap sangat aware dengan hal seperti ini. Beliau selalu berpesan gini,
"Harus diperiksa jangan didiemin aja. Kita itu perempuan, penerusnya ada dari kita. Kalau ada apa-apa (nggak bisa kasih keturunan) nanti kita duluan yang disalahin, jadi kita harus jaga-jaga. Karena kita nggak pernah tau nanti akan berjodoh sama siapa. Ada yang baik, ada yang nggak. kalau suatu saat keluarga dari pasangan nyalah-nyalahin, kita jadi punya jawaban. 'Oh bukan karena saya kok, saya sehat,' jadi harus dicek."
Akhirnya mulailah aku cek ke obgyn. Menceritakan apa yang dialami dan rasakan ke dokternya, lalu beliau waktu itu menyarankan untuk minum obat selama 10 hari, sehari hanya satu kali. Kebetulan waktu itu emang udah dekat ke tanggal mensturasi. Dilihat dulu setelah minum obat itu, si tamu datang tepat waktu atau nggak. Dan siklusnya bagaimana.

Pasca minum obat itu, siklus lancar selama 2 bulan pertama. Selebihnya kembali sesuka hati. Pengobatan di tahun 2015 itu sempet berhenti, karena waktu itu aku nggak mau ketergantungan sama obat. Dan dokter pun nggak memaksakan juga harus minum obat, disuruh rajin olahraga (intinya harus banyak gerak) dan jaga pola makan aja. 

Aku pun sempat pindah ke Bratislava. Selama di sana jadwal menstruasiku teratur, tamu datang setiap bulan. Tanggalnya pun tetap, paling maju atau mundur sedikit, ya itu biasalah ya. Pas kembali lagi ke Indonesia, loh kok jadwal menstruasinya kacau lagi. 

Akhirnya kembali konsultasi. Dan akhirnya, beliau menyarankanku untuk melakukan tes darah, untuk mengetahui hormon mana yang mendominasi. Dari hasil ini, diketahui bahwa hormonku yang paling mendominasi semuanya adalah hormon prolaktin.

Untuk perempuan, jenis hormon ini adalah hormon yang memerintahkan tubuh untuk menghasilkan ASI atau Air Susu Ibu. Tapi, dikarenakan aku belum menyusui apa lagi menikah pada waktu itu, jadi hormon ini mengacaukan siklus menstruasi.

Efek Hiperprolaktinemia

Selain mengacaukan siklus mens, apa ada efek lain?
Ada. Menurut pemahamanku, kacaunya siklus menstruasi berbanding lurus dengan kacaunya siklus masa subur. Apa lagi untuk perempuan yang ingin punya anak cepat, dengan kacaunya siklus menstruasi tentunya kalian jadi nggak bisa menghitung kapan masa subur dan sebagainya. 

Tapi, apa bisa tetap punya anak? Insya Allah bisa.
Alhamdulillah sekarang aku udah menikah dan punya anak.
Walau ada satu catatan, pengobatan harus dilakukan supaya siklus menstruasi lancar jadi masa subur bisa dihitung. Bukan berarti nggak subur loh ya, cuma masa suburnya jadi nggak bisa ditebak aja kapannya.

Berapa lama waktu itu aku nunggu sampai hamil?
Aku kosong 8 bulan sejak nikah. Kalau dikasusku, sebenarnya bukan karena Hiperprolaktinemia sepenuhnya juga sih. Aku sendiri sempat menunda sebentar, maju mundur gitu mau punya anak. Perlu diingat juga sebelum memutuskan untuk punya anak, ada satu hal paling penting yang jangan sampai diabaikan, yaitu kesiapan mental calon ibu. Jangan dipaksakan kalau memang merasa belum siap. Karena nantinya dikhawatirkan bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak dari berbagai aspek, seperti emosi, perilaku, dan lainnya.

Penyebab dan Pengobatan Hiperprolaktinemia

Berdasarkan penjelasan obgynku, Hiperprolaktinemia ini bisa disebabkan oleh 2 faktor, yaitu tumor dan stres. Setelah diketahui hormon prolaktinku paling dominan, aku langsung diresepkan obat khusus yang harus rutin diminum secara teratur. Nggak boleh lupa apa lagi berhenti. Obatnya ini impor, jadi susah banget dicarinya. Waktu itu aku diinfo sama obgynku kalau obat ini ada disalah satu apotik di daerah Jakarta, ditempat lain nggak ada. 

Bener aja, aku coba iseng cari di apotik-apotik dekat rumah, obat itu nggak ada karena impor. Dan untuk harganya, waktu itu 10 tablet dosis 0,25 mg seharganya 1 jutaan. Mahalnya minta ampun emang, huhu. 

Untuk mengetahui penyebab utamanya, akhirnya aku mulai rutin minum obat dengan dosis rendah, satu minggu sekali selama satu bulan. Ditambah harus jaga makanan, rajin olahraga serta berjemur di pagi hari. Setelah itu kembali cek darah, dilihat apa angkanya menurun, stabil atau malah makin meningkat. Waktu itu targetnya adalah turun 50% dari hasil lab pertama.

Di hasil lab kedua, ada kemajuan dengan menurunnya angka hormon prolaktin tapi belum sesuai target. Lanjut lagi minum dengan dosis yang sama, tapi kali ini kalau nggak salah selama dua bulan. Tujuannya untuk ditinjau dulu, kalau setelah minum obat angkanya masih tinggi, aku disarankan untuk CT scan. Tapi kalau hasil lab berikutnya menunjukkan penurunan angka, maka faktor tingginya hormon prolaktinku bukan karena tumor tapi bisa jadi karena stres.

Dua bulan kemudian, aku kembali cek darah. Di sini hasil lab mulai menunjukkan angka yang cukup signifikan. Selain dibantu obat, aku juga rutin berjemur dan olahraga kecil tiap pagi. Nggak lupa juga ngurangin junk food dan makanan goreng-goreng lainnya. Jadi sering makan overnight oats, smoothies bowl dan salad sayur yang dibikin sendiri. Ya intinya makanan sehatlah.

Karena hasilnya bagus, dokter akhirnya merubah dosis obatnya jadi hanya diminum setiap tiga minggu sekali. Dan dilihat progresnya setelah 6 bulan, cek darah lagi. Di hasil lab yang ini, ada peningkatan sedikit walau angkanya tetap dibatas aman tapi seharusnya nggak ada peningkatan. Akhirnya kembali ke dosis sebelumnya, yaitu obat diminum setiap dua minggu sekali.

Selama pengobatan berlangsung, siklus menstruasi  jadi teratur?
Iya, sangat teratur. Si tamu datang ditiap bulannya, kalau pun telat ya cuma melesat beberapa hari aja. Tapi anehnya, setelah siklus menstruasi kembali rutin disetiap bulannya, rasa mules yang dirasa tuh agak beda dari biasanya. Jadi lebih mules aja disetiap hari pertama, walau pun mulesnya nggak begitu menganggu sih sebenarnya.

Dari perjalanan ini, aku terus konsumsi obat dengan dosis 0,25 mg setiap dua minggu sekali. Jadi aku minum obatnya nggak setiap hari. Untuk nama obatnya aku nggak bisa share nama brand atau jenis obatnya, karena harus dengan resep dokter nggak boleh dikonsumsi sembarangan.

Berapa lama aku minum obat ini?
Aku kembali konsultasi ke obgyn sepulangnya dari Bratislava, berarti di tahun 2017. Mulai rutin konsumsi obat di bulan Agustus 2017 dan berhenti pas tau hamil, bulan September 2018. Selama hamil dan menyusui, dokter tidak menyarankan untuk mengonsumsi obat itu, karena tujuan dari obat itu kan untuk menstabilkan hormon prolaktin sementara pada ibu menyusui hormon prolaktin itu sangat dibutuhkan untuk memproduksi ASI.

Sampai sekarang, aku masih menyusui jadi belum kembali mengonsumsi obat tersebut. Entah harus tetap mengonsumsi obat itu atau nggak, perlu dikonsultasikan lagi nanti ke dokternya. Buat yang baca tulisanku ini, jangan takut untuk periksa kesehatan diri ya. Jangan abaikan kode-kode yang diberikan tubuh, sekecil apa pun itu. Lebih baik terdeteksi lebih dini, dari pada didiamkan dan terjadi hal yang lebih kompleks. Karena lebih baik mencegah bukan dari pada mengobati? :)





Love,

No comments:

Post a Comment