Monday, September 7, 2015

798 Kata

Hari itu, merupakan hari terindah bagiku. Cinta menuntunku pada sebuah jalan, membiarkan kedua mata ini terbuka lebar. Gadis itu berjalan di depanku, rambut hitamnya terkena terpaan angin, membuatku semakin mudah untuk menikmati wajahnya secara diam-diam. Jantungku berdetak dua kali lebih kencang. Darah-darah mengalir ke seluruh tubuhku dengan cepat, memberiku semangat baru yang luar biasa. Kini, aku kuat kembali untuk melangkah.

Setiap langkahku adalah detikan waktu.
Rasanya aku tidak ingin melangkah, apalagi berlari, agar waktu tidak terus berjalan dan berputar dengan cepat. Waktu memang akan berhenti jika aku tidak berjalan, tetapi, sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa sampai ke tempat tujuan. Jika waktu berhenti, kehidupanku juga akan berhenti. Begitu pun juga pertemuanku dengannya.

Kedua kaki ini membawaku kehadapan seorang gadis yang tidak ku ketahui namanya saat itu. Wajahnya begitu menghangatkan. Membekukan pahitnya kehidupan masa kecilku yang terus menghantui dengan sebuah senyum yang terukir diwajahnya. Ia begitu sempurna bagiku. Tangan kami bertemu, tanda pengenalan berlangsung. Aku bisa mengatakan bahwa ia adalah seorang gadis yang lembut. Selembut namanya, Tiara.

Aku membiarkan waktu bekerja.
Mengantar kami pada perjalanan baru yang tidak pernahku sangka akan lebih indah dari pertemuan pertama kami. Aku sudah tak kuasa menopangnya lagi, aku jatuh hati. Saat itu, ia adalah rumahku. Sebuah rumah yang dapat membawaku pada pemandangan lain dari kehidupan, ketika jendela yang lain tertutup.

Rumah yang selalu membukakan pintu setiap kali aku pulang, selarut apa pun.
Rumah yang selalu memberiku kenyamanan ketika lelah, meski pun ia juga lelah.
Rumah yang selalu dengan sabar menungguku pulang, selama apa pun.
Rumah yang selalu memberiku kehangatan, meski pun ia kedinginan.
Rumah yang selalu menyambutku dengan senyuman, meski pun ia sedang terluka.
Rumah itu selalu ada untukku selama lebih dari tujuh tahun.

Waktu berjalan cepat sekali, meski pun aku sedang tidak berlari. Putarannya semakin kencang, aku berusaha mengejarnya namun kekuatanku tak cukup besar. Aku tertelan ke dalam lalu menghilang.

Waktu menelanku pada dimensi kehidupan yang lain. Mengajakku berputar, menikmati keegoisan yang ada dalam diri. Aku tahu rumahku akan selalu menerimaku kembali dengan tulus. Menungguku dengan rasa sabarnya yang begitu besar, seperti apa yang biasa ia lakukan. Biarkan saja seperti itu, pada akhirnya aku akan kembali padanya. Pikirku saat itu. Mengabaikan apa yang sedang ia rasakan. Tanpa bertanya apakah hatinya baik-baik saja.

Aku terlarut dalam dimenasi kehidupan yang menelanku. Seakan menyia-nyiakan kehadiran seorang gadis yang telah merubah dirinya ke arah yang lebih baik, dengan kain yang kini menutupi kepalanya. Mengacuhkan segala rindu yang ia sampaikan melalui angin-angin yang bergerak disekitarku. Bising sekali suara itu, gumamku.

Semakin aku menutup telinga semakin kencang suara angin itu. 
Kenapa mereka tak mau berhenti? 
Hingga akhirnya aku kembali pulang, ke rumahku, untuk menghangatkan diri. Aku tahu dia akan membukakan pintu untukku, tak akan tega melihatku menggigil kedingingan. Menghilangnya aku tidak membuatnya berubah, ia tetap Tiara yang ku temui tujuh tahun silam. Kesabarannya begitu besar. Perlakuanku tak menurunkan dukungan tulus yang selalu ia berikan, hingga aku bisa berdiri seperti ini saat ini.

Suara angin itu sudah tak terdengar lagi. Aku mengabaikannya selama ini. Sebenarnya apa yang ingin mereka sampaikan? Aku merindukannya.

Waktu seakan berhenti. Jantungku tak lagi berdetak dengan cepat, darah yang mengalir pun menghambat. Rasanya aku tak kuat lagi untuk melangkah ketika menyadari bahwa dukungan serta sabarnya sudah bukan lagi untukku. Aku mencoba melangkah dengan tenaga yang tersisa, hingga sampai ke atas bukit yang begitu tinggi.

Aku berdiri diujung bukit. Menghadapkan kepala ke atas langit. 
Membuka kedua tangan lebar-lebar. Berteriak.

Itu suara yang ku kenal. Angin itu, ia kembali. Tapi ternyata, tidak untuk menyampaikan pesan-pesan yang biasanya ku abaikan. Pesan-pesan yang kini ku rindukan.

"Mengapa kau ada di sini?" Tanya angin itu.
"Aku sudah tak kuat lagi untuk melangkah." Jawabku singkat.
"Tidak, kamu cukup kuat. Itulah sebabnya kau berada di atas bukit ini."
"Lalu, mengapa kau pergi?" Berbagai pertanyaan berputar dipikiranku.
"Karena tugasku hanya menyampaikan pesan kepada yang menghargai kata."

Aku terdiam...

"Rumahku sudah pergi. Kenapa cinta begitu menyakitkan?" Aku melanjutkan.
"Jangan salahkan, cinta tak pernah salah. Ia hanya tersesat dihati yang tak tahu arah."
"Sekarang, ia sudah tak lagi tersesat. Tetapi kenapa harus ada kebahagiaan jika pada akhirnya terluka?"
"Untuk mengajarkan bahwa melepaskan kebahagiaan itu menyakitkan."
"Tetapi mengapa harus melepaskan?"
"Menyakitkan memang. Tapi terkadang, manusia memang dipertemukan hanya untuk belajar bagaimana cara melepaskan."

Kalimat itu terasa begitu dingin. Sedingin hembusan angin yang menyentuh kulitku.

"Agar manusia dapat saling menghargai. Itulah gunanya rasa." Ia melanjutkan.
"Kalau begitu, maukah kamu menjalankan tugas mu untukku? Untuk yang terakhir kalinya. Sebelum aku pulang."
"Jika itu bisa membuatmu senang."
"Aku akan menghempaskan doa-doa terbaik untuknya ke udara. Bawalah doa-doa itu bersamamu di hari pernikahannya nanti. Bisikan dengan cara yang hangat."
***
Aku tahu, kata seandainya sudah tidak bisa lagi dirubah menjadi seharusnya.
Aku membiarkan udara memasuki rongga-rongga dalam tubuh. Menghidupkan kembali asa yang sempat redup. Mengangkat kembali kepala yang sedang tertunduk. Berdiri dengan tegap. Bangkit. Inilah aku yang baru.
***

Tulisan ini didedikasikan teruntuk temanku, RDR. Berdasarkan kehidupan nyatanya.
Terima kasih untuk kisahnya.

"Jika kata tak lagi dapat terucap, biarkan doa yang menguntai ke udara." - Melati Ridwan




With love,

6 comments:

  1. Rajin ngepost mba melati nya heheee

    ReplyDelete
  2. Mellllll sedih 😭😭😭😭😭😭 kamu bisaan yaa 😘😘😘😘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Nitaaaa!
      Cep cep jangan sedih, ehe. Makasi ya udah main-main ke blog aku :)

      Delete
  3. Mellllll sedih 😭😭😭😭😭😭 kamu bisaan yaa 😘😘😘😘

    ReplyDelete
  4. Mellllll sedih 😭😭😭😭😭😭 kamu bisaan yaa 😘😘😘😘

    ReplyDelete