Tuesday, September 23, 2014

Bagaimana Cara Menjemput Kesuksesan?

Again, life teaches me a new lessons.
Alhamdullilah, September 17th 2014 yang lalu aku telah berhasil menyelesaikan studi strata duaku, dan sidang berjalan dengan lancar. Feel so blessed. Nggak pernah terpikir sebelumnya, kalau aku akan menempuh studi sejauh ini, tapi aku selalu percaya akan adanya jalan kalau kita punya keinginan, perjuangan dan usaha yang kuat. Dan selebihnya, serahkan pada-Nya. Dari peristiwa itu, ada dua pelajaran yang aku dapat:

1. Tidak semua orang menyukai keberhasilan kita
2. Tidak semua orang tahu usia manusia sampai kapan

Ada yang bilang, sifat dasar manusia adalah dengan mengukur kesuksesan seseorang melalui materi atau harta yang mereka peroleh, tapi buat aku, kesuksesan seseorang itu dilihat dari tindakan-tindakan apa saja yang telah mereka lakukan dan yang berhasil mengubah suatu hal atau kehidupan. Aku memang belum sukses, karena aku belum bisa mengubah lingkungan sekitar menjadi lebih baik. Tapi aku telah berhasil menjemput kesuksesan buat diriku sendiri. Bukan dari gelar yang aku dapat, itu hitungannya bonus. Tapi, dari kualitas pendidikan yang aku terima. Tinggal dipikirkan, bagaimana ilmu yang aku dapat itu juga bisa berguna untuk lingkungan sekitar. Tapi ternyata, keberhasilan aku dalam menyelesaikan studi ini tidak disukai semua orang, atau mungkin seseorang. Di jaman yang serba keras ini, perilaku individu semakin arogan, jadi lebih baik jangan pernah seratus persen percaya terhadap seseorang. Entah itu teman dekat atau bahkan saudara sendiri sekali pun. Karena kita tidak pernah tahu apa yang mereka lakukan dibelakang kita.

Kesuksesan kita bukan orang lain yang menjemput, melainkan kita sendiri. Kalau kita memang ingin sukses, jemputlah kesuksesan itu. Jangan terlalu "berpengang teguh" pada orang lain, apa lagi sampai bergantung dan berharap padanya. Bukan orang lain yang bisa membuat kita sukses, melainkan diri kita sendiri. Iya, kita sendiri. Tidak adanya biaya atau lain-lain bukanlah alasan untuk kita, selagi kita masih mampu mencari beasiswa, kenapa tidak? Yang dibutuhkan bukan hanya biaya, tapi juga kemauan dan semangat yang tinggi. Percuma kalau kita sudah berhasil dapat beasiswa atau dibiayai oleh anggota keluarga, entah kakak, adik atau orang tua, tapi kemauan dan semangatnya rendah, hanya akan buang-buang uang saja. Percuma. Coba lihat orang-orang yang tidak mampu di luar sana, mereka tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikannya, namun semangat mereka sangat tinggi, apa yang kita lihat? Allah memberi jalan untuk mereka, kan?

Jadi, kehidupan yang sukses itu datangnya dari kita sendiri. Dari bagaimana kita berpikir terhadap suatu hal, dari bagaimana cara kita menjalankannya dan dari bagaimana caranya kita menjemput kesuksesan itu dengan "kendaraan" kita sendiri. Bukan dari orang lain. Ayo semangat!

Pelajaran kedua yang aku dapat, kita nggak pernah tahu kapan pertemuan terakhir dengan seseorang. Dan ternyata, pertemuan terakhir aku dengan penguji sekaligus dosen yang pernah mengajar dikelas ku adalah pada tanggal September 17th 2014 itu. Shocked. Beliau adalah dosen yang dikenal sangat baik, bukan cuma ke sesama dosen aja, tapi juga ke para mahasiswanya. Dua hari setelah beliau menjadi pengujiku, namanya kini tinggal kenangan. Aku kehabisan kata-kata setelah membaca pesan yang menginformasikan kalau beliau sudah berpulang pada-Nya di pagi hari. Beliau meninggal secara mendadak. Semua sangat shocked mendengar berita tersebut. Di detik-detik terakhirnya, beliau masih terlihat di kampus, dan tidak ada satu pun orang yang berpikir bahwa ternyata itu adalah pertemuan terakhir dengannya.







With love,

No comments:

Post a Comment