Akhir-akhir ini Dinda sedang ramai menjadi bahan perbincangan masyarakat se-Indonesia. Iya, mungkin se-Indonesia. Berawal dari status Pathnya yang berbunyi kecaman bagi ibu hamil yang menurutnya menyusahkan orang lain saat di kereta api commuter line. Loh, menyusahkan orang gimana maksudnya?
Iya, menurut status Dinda yang tersebar, ia mengatakan bahwa ibu-ibu hamil kerap kali meminta tempat duduk seenaknya setelah ia bersusah payah berangkat dari rumah lebih pagi demi mendapatkan kursi dan duduk selama perjalanan menuju kantornya di kereta api. Begitulah intinya kira-kira. Tapi, kali ini bukan soal itu yang akan diulas.
Setelah dipikir-pikir, seorang Dinda ini udah jadi guru kehidupan buat kita semua loh. Yaa, terlepas dari statusnya dia itu, kita tetap harus berterima kasih atas pelajaran yang dia kasih untuk kita semua. Gue di sini bukan untuk men-judge atau menghujani Dinda dengan berbagai macam hukuman sosial, tapi ingin membahas hal lain di balik kejadian ini yang menurut gue menarik. Menurut gue loh.
Pertama, dan ini yang paling penting, siapa penyebar status Dinda pertama kali?
Let's say, Path is an intimate social networking, kita pun cuma bisa berteman dengan 150 orang di sana. Which is, mostly we only accept a very close one to be one of our friend lists in Path. Terkadang, sebagian dari kita bahkan rela meng-unfriend seorang teman demi "VIP invitation" yang muncul di Path kita. Dan, statusnya itu tersebar dari satu Path ke Path yang lain. Dengan kata lain, berhati-hatilah dalam berteman. Punggungmu dapat ditusuk kapan saja, nggak perlu nunggu siap. Karena di jaman seperti sekarang ini, kepercayaan harganya mahal banget.
Kedua, persaingan semakin ketat.
Dari kasus Dinda ini, udah jelas terlihat bahwa semakin berkembangnya jaman pun semakin ketat persaingan antar sesama. Bahkan untuk duduk di kereta pun harus bersaing satu dengan lainnya. Gue sendiri adalah anak kereta, jadi gue ngerti banget "persaingan" di dalam kereta demi mendapatkan tempat duduk. Nggak perlu tempat duduk deh, untuk masuk pun butuh perjuangan dan "bersaing", saling dorong, saling menghalangi pintu dan saling memaksakan diri untuk masuk meski kondisi udah penuh sesak. Begitulah kehidupan perkereta apian. Ya semoga aja Indonesia punya transportasi umum yang nyaman untuk kita semua dalam waktu dekat ini, atau lambat.
Ketiga, kehidupan dunia maya sebenarnya lebih kejam.
Iya, sebenarnya kehidupan di dunia maya, khususnya sosial media, itu jauh lebih kejam dari kehidupan nyata kalau kita nggak benar-benar bisa "mengatur"nya. Kok bisa ber-statement begitu? Sok tahu banget. Ya karena kebetulan gue adalah anak komunikasi, dan itulah salah satu hal yang gue pelajari. Kalau kita bisa "mengatur" akun-akun sosial media dengan baik, maka keuntungan yang akan di dapat, bahkan pemasukan. Kita bisa menjalankan bisnis dan lain sebagainya. Berbeda halnya ketika kita dengan seenaknya "mengatur" akun-akun sosial media sesuka hati, bisa jadi kita yang akan diserang. Ya salah satu contohnya kaya kasus Dinda ini. Dan hukuman sosial lewat sosial media sesungguhnya jauh lebih ganas dari pada hukuman secara fisik. Jadi, kalau belum siap dengan sosial media, lebih baik jangan main-main!
Keempat, harus selalu menjaga lisan.
Sebenarnya setiap orang bebas mengeluarkan opininya di sosial media, tapi kalau tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya dengan baik ya lebih baik nggak usah. Jangan sampai kita terkesan menyakiti perasaan orang lain. Kalau kita selalu menjaga lisan dengan baik, In Shaa Allah orang lain pun akan segan dengan lisannya yang buruk. Iya nggak?
Terima kasih Dinda, udah mengajarkan kita lewat kasus mu :)
With love,
No comments:
Post a Comment