Saturday, September 14, 2013

Kotor Demi Bersih

September, 13th 2013

Batang hidungnya tak pernah absen dari penglihatanku, bersama sapu lidi dan pengki yang selalu setia menemaninya. Seorang bapak berseragam oranye yang sudah tidak lagi muda, menampakan giginya yang mudah sekali dihitung dengan jari tangan setiap kali ia tersenyum. 

Dari pagi hingga malam berada di stasiun, membersihkan sampah-sampah dengan dua alat perangnya. Menyapa para calon penumpang yang berada di stasiun, termasuk aku.

Dengan wajah yang sudah dipenuhi oleh kerutan, ia menyapaku yang sedang duduk menunggu kereta api dengan senyumnya sembari menyapu-nyapu, tidak terlihat letih di wajahnya walau seragam yang dikenakan sudah terlihat kotor. Nada semangat terdengar dalam kalimat yang diucapkannya padaku, “Kan enak ya kalau begini, jadi bersih.”

Hari itu sampah memang terlihat banyak sekali di sekitar stasiun, kertas-kertas struk berserakan, seakan lepas dari tangan pemilik yang tidak mempedulikannya lagi. Entah mengapa sang pemilik tidak memasukan ‘mereka’ ke dalam rumahnya -- tempat sampah.

Tapi bapak itu, masih dengan bibir yang melengkung ke atas dan tangan yang terus mengayunkan sapu, berjalan dari ujung stasiun ke ujungnya lagi, untuk dua peron seorang diri. Tidak jarang juga ia membiarkan dirinya melompat kebawah rel untuk mengambil sampah-sampah dalam selokan yang posisinya tepat berada di samping rel yang taruhannya adalah nyawa. Membiarkan dirinya kotor demi bersih.

Kemudian aku berpikir, sebenarnya siapa yang tukang sampah?
Kita atau bapak tua itu?





With love,

No comments:

Post a Comment