Angin tidak pernah benar-benar menyadari bahwa ia adalah makhluk Tuhan yang dapat berubah-ubah. Ia selalu menganggap dirinya sebagai angin. Lembut namun kuat.
Namun sayang, ternyata selama ini ia salah.
Ia tetaplah batu karang yang selalu terlihat jelek. Walau sekeras apa pun ia mencoba untuk memperindah dirinya, batu-batu lain tetap menilainya jelek. Malang sekali.
Dulu, batu karang tidak pernah memecahkan dirinya untuk membagikan setiap kepingan batu pada yang lain. Apakah ada sebuah batu pun yang memberikan rasa kepeduliannya?
TIDAK.
Dan apakah ada sebuah batu pun yang tahu apa yang dirasakan batu karang?
TIDAK.
Tidak satu pun. Ia selalu meyimpannya sendiri, apa pun rasanya. Ya, sampai sekarang.
Tidak seperti batu lain yang selalu dinilai lebih dari batu karang. Batu itu selalu memecahkan dirinya, membagikan setiap keping demi keping agar semua mata batu tertuju pada kepingan yang dibagikan. Terkadang, ia melebihkan kepingan yang kecil menjadi besar. Mengundang simpatik, seakan-akan ia adalah bebatuan yang sangat tersiksa oleh hantaman ombak yang berdatangan silih berganti.
Di waktu yang lain, ketika batu karang mulai membuka kepingan dari dalam dirinya, ketika itu juga ia menyadari bahwa tidak ada satu pun batu yang dapat ia percayai. Secara tak henti angin terus berhembus, sebagai tanda bahwa batu karang sedang tertusuk dari belakang oleh bebatuan yang mempersilahkan ombak-ombak kencang menghantamnya. Tak pernah disangka.
With love,
No comments:
Post a Comment