Langit seperti mengerti, memahami dan terbawa suasana.
Suasana dimana bibir tak lagi dapat berucap. Mengatakan, mengutarakan dan mengerluarkan segalanya. Kini mata sedang mewakili bibir yang kaku. Kaku dalam mengeluarkan tiap kata.
Mata kini sudah lelah mewakili bibir. Keduanya kaku dan tak dapat lagi memberikan reaksi.
Tapi, reaksi-reaksi yang tidak dapat dilakukan oleh mata dan bibir dapat dipenuhi oleh hati.
Hati yang berbicara mewakili bibir yang sudah terkaku.
Hati yang menggantikan mata yang mengering.
Hati yang sedang bekerja. Berbisik. Berair. Namun masih dapat merasa.
Bibir yang berbohong, mata yang menyembunyikan.
Keduanya berucap terima kasih. Berkatnya, tidak ada yang mengetahui.
Terima kasih pada langit yang membiarkan hujan menjatuhkan dirinya.
Berkatnya, air yang sedang berjatuhan dalam hati tidak dapat terdengar.
Terima kasih pada langit abu-abu yang membiarkan angin terus berhembus.
Berkatnya, hembusan angin menarik bibir dari ujung telinga hingga ujung telinga satunya.
Mata dapat melihat tapi tidak dapat merasa.
Hati dapat merasa tapi tidak dapat melihat.
No comments:
Post a Comment