Kedua kaki itu mulai lelah, mereka berhenti. Bukan karena tidak kuat, tapi kedua kaki itu butuh waktu untuk beristirahat demi melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Dalam misi pencarian jalur yang tepat. Samar-samar ku dengar tubuh yang berbisik, mengisyaratakan sesuatu.
Dalam hening aku membiarkan perasaan ini hanyut bersama hujan yang turun.
Hujan sepertinya lega sekali bisa menumpahkan perasaannya dengan leluasa. Aku ingin seperti hujan, pikirku. Tapi bagaimana? Aku bahkan tidak mengerti dengan isyarat yang dibisikan oleh tubuh. Perasaan apa itu?
Seperti sesak, tapi aku masih bisa bernafas.
Seperti sedih, tapi aku masih bisa tersenyum.
Seperti marah, tapi aku masih bisa bersabar.
Seperti kecewa, tapi aku masih bisa memaafkan.
Seperti luka, tapi aku masih bisa mengobatinya.
Lantas, perasaan apa ini?
Erat-erat hati ini ku peluk, agar ia bisa kembali merasa.
Pelan-pelan ku berbisik, "manusia itu makhluk perasa, rayakanlah setiap perasaan yang ada. Rayakan rasa sedih, kecewa, marah, luka serta bahagia. Tidak apa-apa, setiap manusia berhak untuk merayakan setiap perasaan yang hadir."
No comments:
Post a Comment